Rusia akan mengembangkan teknologi antariksanya dan menargetkan mengirim astronot ke Bulan pada tahun 2030. Dengan demikian, Rusia tertinggal 60 tahun dari Amerika Serikat dalam perlombaan antariksa dunia yang dimulai di era perang dingin.
Hal ini terungkap dalam bocoran dokumen strategi badan antariksa Rusia, Roskosmos, yang dilansir Telegraph, Rabu 13 Maret 2012. Ini adalah kali pertama Rusia menetapkan tenggat waktu setelah sejak lama mengumumkan ambisinya dalam proyek eksplorasi luar angkasa.
"Kapal luar angkasa akan melakukan uji terbang dengan awak dan mendaratkan kosmonot di permukaan Bulan, lalu kembali ke Bumi pada 2030," tulis dokumen tersebut.
Jika rencana ini berjalan lancar, maka Rusia kalah telak dari AS yang telah mendaratkan Neil Armstrong dan Buzz Aldrin ke bulan pada misi Apollo 11, 1969 lalu. Menurut Yury Karash, anggota Akademi Kosmonot Rusia, tertinggal 60 tahun dari AS sangat memalukan dan tidak akan mampu membawa kejayaan bagi Rusia.
"Pada tahun 1960an, Uni Soviet dan AS bersaing ketat dan sama unggul. Tidak ada yang mampu merusak reputasi dan menunjukkan seberapa tertinggalnya teknologi Rusia selain mengirim kosmonaut ke Bulan pada 2030, 60 tahun setelah Apollo," kata Karash.
Dia menyarankan, daripada ke Bulan, lebih baik pemerintah Kremlin mengembangkan teknologi untuk menuju Mars. Selama ini, lanjutnya, belum ada program antariksa yang mampu membawa astronot ke Mars dalam perjalanan selama 450 hari.
Rusia sebelumnya menghentikan dua program menuju Bulannya pada 1970an menyusul sukses Apollo 11. Di bawah kepemimpinan Vladimir Putin, Rusia mencoba mengembalikan kejayaannya di bidang ini.
Putin mengatakan, misi luar angkasa dengan awak akan dilakukan pada 2018, diberangkatkan dari pangkalan di Vostochny yang dibangun dengan dana US$13,5 miliar.
Turut dalam persaingan, India dan China juga mulai maju dalam teknologi antariksa. Pada 2010, India mengumumkan akan mengirim astronot ke Bulan pada 2020, sementara China diyakini dapat melakukannya pada 2025.